Beranda | Artikel
Tata Cara Memakamkan Jenazah
Selasa, 27 Agustus 2019

Bersama Pemateri :
Syaikh `Abdurrazzaq bin `Abdil Muhsin Al-Badr

Tata Cara Memakamkan Jenazah adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam dengan pembahasan Kitab الدروس المهمة لعامة الأمة (pelajaran-pelajaran penting untuk segenap umat). Pembahasan ini disampaikan oleh Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr pada 19 Dzul Qa’idah 1440 H / 22 Juli 2019 M.

Pembahasan pada halaman 201 pada kitab الدروس المهمة لعامة الأمة.

Download kajian sebelumnya: Do’a Shalat Jenazah dan Posisinya

Status Program Kajian Tentang Pelajaran Penting untuk Umat

Status program Kajian Tentang Bagaimana Menjadi Pembuka Pintu Kebaikan: AKTIF. Mari simak program kajian ilmiah ini di Radio Rodja 756AM dan Rodja TV setiap ahad & senin pukul 17.00 - 18.00 WIB.

Kajian Ilmiah Tentang Tata Cara Memakamkan Jenazah

Kita telah sampai dibagian kedelapan dari pelajaran terakhir ini, yaitu tentang tata cara memakamkan jenazah.

Disyariatkan untuk memperdalam kuburan sedalam setengah badan laki-laki dewasa dan juga disyariatkan untuk dibuatkan lahat di arah kiblat. Kemudian jenazah diletakkan di lahat tersebut dengan menghadap ke sebelah kanan, kemudian tali kain kafannya dilepas dan tidak diambil, akan tetapi dibiarkan tetap berada di situ. Tidak boleh untuk dibuka wajahnya baik jenazah tersebut laki-laki ataupun perempuan. Kemudian meletakkan batu bata dan diperkuat dengan tanah liat agar jenazah tersebut tidak terkena tanah. Dan apabila tidak ada batu bata, maka bisa dengan selainnya dari papan, batu atau kayu yang menghalangi jenazah tersebut dari tanah. Kemudian ditimbun kuburannya dan dianjurkan ketika menimbun jenazah tersebut untuk mengucapkan:

بسم الله وعلى ملة رسول

Juga disyariatkan agar kuburan tersebut ditinggikan sejengkal dan diletakkan di atasnya kerikil apabila ada dan ditemukan kerikil di tempat tersebut kemudian disiramkan air. Juga disyariatkan bagi orang-orang yang mengiringi jenazah untuk berhenti sejenak di sisi kuburan mendo’akan orang yang telah meninggal tersebut karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam apabila selesai dari memakamkan jenazah, beliau berdiri di kuburan tersebut dan berkata:

اسْتَغْفِرُوا لِأَخِيكُمْ وَاسْأَلُوا لَهُ التَّثْبِيتَ فَإِنَّهُ الْآنَ يُسْأَلُ

“Mohonkanlah ampun kepada saudara kalian dan mintalah ketetapan untuknya karena saat ini dia sedang ditanya.”

Ini adalah beberapa masalah yang dijelaskan oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz Rahimahullah yang berkaitan dengan pemakaman jenazah.

Beliau mengatakan bahwa disyariatkan untuk memperdalam kuburan sedalam setengah badan seorang lelaki dewasa. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

احْفِرُوا وَأَعْمِقُوا وَأَوْسِعُوا

“Galilah kuburan, luaskanlah dan perdalamlah.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasa’i)

Dan tidak ada keterangan dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam batasan dalamnya kuburan tersebut. Dan para ulama berbeda pendapat dalam batasan dalamnya kuburan. Ada yang mengatakan setinggi seorang laki-laki dewasa atau sampai di pusarnya atau sampai di dadanya. Dan ukuran-ukuran ini berdekatan. Dan cukup dari mendalamkan kuburan yaitu agar bau jenazah tidak dapat tercium keluar juga binatang buas dan anjing tidak mampu untuk menggali kuburan tersebut. Dan tentu juga perlu diperhatikan apakah tanah di daerah tersebut merupakan tanah yang kuat atau tanah yang mudah untuk digali.

Beliau mengatakan bahwa disyariatkan untuk dibuat lahat di arah kiblat. Setelah kuburan tersebut digali dengan dalam, harus dibuat lahat di arah kiblat kemudian jenazah tersebut dimasukkan ke dalam lahan tersebut. Kenapa dinamakan lahat? Karena ia miring dari lubang kuburan tersebut. Dalam hadits disebutkan:

اللَّحْدُ لَنَا وَالشَّقُّ لِغَيْرِنَا

“Lahat itu untuk kita, dan adapun syaq untuk selain kita.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasa’i)

Kemudian mayit tersebut diletakkan di lahat tersebut dengan menghadap sebelah kanan dan wajahnya menghadap ke kiblat. Dan ini adalah perbuatan kaum muslimin dari zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dan ketika Nabi ‘Alaihish Shalatu was Salam menyebutkan tentang dosa-dosa besar, beliau menyebutkan diantara dosa tersebut adalah:

وَاسْتِحْلَالُ الْبَيْتِ الْحَرَامِ قِبْلَتِكُمْ أَحْيَاءً وَأَمْوَاتًا

“Menghalalkan tanah haram atau Ka’bah yang menjadi yang merupakan kiblat untuk kalian baik ketika kalian masih hidup maupun ketika kalian sudah meninggal.” (HR. Abu Dawud)

Syaikh Abdul Aziz bin Baz Rahimahullah mengatakan bahwa tali kafan tersebut dilepas dan tidak diambil akan tetapi dibiarkan di tempat tersebut karena tidak dibutuhkan dan juga karena ada beberapa atsar dari sebagian Tabi’in yang menjelaskan tentang hal tersebut dan bahwasanya ini adalah perbuatan yang biasa dilakukan oleh para Salaf.

Kemudian tidak dibuka wajahnya baik jenazah tersebut laki-laki ataupun perempuan. Hal ini karena tidak ada dalil yang menunjukkan disyariatkannya untuk membuka wajah jenazah tersebut.

Kemudian ditegakkan batu bata dan dikuatkan dengan tanah liat untuk menghalangi mayat tersebut apabila telah diletakkan atau ditimbun dengan tanah. Juga agar tidak ada dari sesuatu yang masuk ke dalam lahat tersebut. Dari sahabat Saad bin Abi Waqqash Radhiyallahu ‘Anhu mengatakan bahwa ketika ia sakit dan sudah sekarat beliau mengatakan:

اِلْحَدُوا لِي لَحْدًا وَانْصِبُوا عَلَى اللَّبَن نَصْبًا كَمَا صُنِعَ بِرَسُولِ اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Buatkan untuk aku lahat dan tegakkanlah batu bata di pintu lahat tersebut sebagaimana yang dilakukan untuk Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” (HR. Muslim)

Dan apabila tidak ada batu bata, maka boleh dengan selainnya dari papan, batu-batu atau kayu yang menghalangi jenazah tersebut terkena tanah. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

Bertakwalah kepada Allah semampu kalian.” (QS. At-Taghabun[16]: 16)

Kemudian, setelahnya ditimbun dengan tanah berdasarkan perkataan Aisyah Radhiyallahu ‘Anha:

مَا عَلِمْنَا بِدَفْنِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى سَمِعْنَا صَوْتَ الْمَسَاحِي

“Kami tidak mengetahui pemakaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kecuali karena kami mendengar suara sekop.” (HR. Ahmad)

Juga berdasarkan perkataan Fatimah Radhiyallahu ‘Anha:

أَطَابَتْ أَنْفُسُكُمْ أَنْ تَحْثُوا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ التُّرَابَ

“Apakah hati-hati kalian tega untuk menimbun Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan tanah?” (HR. Bukhari)

Kemudian dianjurkan ketika menimbun jenazah tersebut dengan tanah untuk diucapkan:

بسم الله وعلى ملة رسول

Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhuma, beliau mengatakan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أُدْخِلَ الْمَيِّتُ الْقَبْرَ ، قَالَ : بِسْمِ اللَّهِ ، وَعَلَى مِلَّةِ رَسُولِ اللَّهِ

“Dahulu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam apabila memasukkan mayit ke dalam kuburan beliau mengatakan ‘bismillah wa ala millati Rasulillah`”)

Dalam riwayat lain:

وَعَلَى سُنَّةِ رَسُول اللهِ

Kemudian kuburan tersebut ditinggikan sejengkal dengan dibuat seperti punuk onta. Karena demikian kuburan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan dua sahabatnya dan agar diketahui bahwasanya tempat tersebut adalah kuburan sehingga tidak dihinakan dan tidak boleh ditambahkan dari tanah lain kecuali yang digali dari kuburan tersebut.

Kemudian diletakkan di atasnya batu-batu kerikil apabila ada disekitar tempat tersebut dan disiramkan air agar tanah kuburan tersebut menjadi padat. Dan tidak mengapa untuk memberikan tanda pada kuburan tersebut dengan batu atau selainnya agar diketahui bahwasanya itu adalah kuburan. Hal ini berdasarkan hadits Anas Radhiallahu ‘Anhu bahwasannya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberi tanda kuburan Utsman bin Mad’un dengan dengan batu besar.

Dan disyariatkan bagi orang yang mengiringi jenazah untuk berhenti sejenak di sisi kuburan setelah selesai dimakamkan untuk mereka mendo’akan kepada jenazah tersebut. Kemudian mendo’akan untuk jenazah karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam apabila selesai memakamkan jenazah beliau berdiri di kuburan tersebut dan mengatakan kepada orang-orang yang hadir di situ:

اسْتَغْفِرُوا لِأَخِيكُمْ وَاسْأَلُوا لَهُ التَّثْبِيتَ فَإِنَّهُ الْآنَ يُسْأَلُ

“Mohonkanlah ampun kepada saudara kalian dan mintalah ketetapan untuknya karena saat ini dia sedang ditanya.” (HR. Abu Dawud)

Juga berdasarkan hadits Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘Anhu mengatakan bahwa dahulu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam apabila selesai memakamkan jenazah beliau berdiri di kuburan tersebut dan mengatakan

اسْتَغْفِرُوا لِأَخِيكُمْ وَاسْأَلُوا لَهُ التَّثْبِيتَ فَإِنَّهُ الْآنَ يُسْأَلُ

“Mohonkanlah ampun kepada saudara kalian dan mintalah ketetapan untuknya karena saat ini dia sedang ditanya.” (HR. Abu Dawud)

Simak pada menit ke-16:17

Downlod MP3 Ceramah Agama Tentang Tata Cara Memakamkan Jenazah


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/47591-tata-cara-memakamkan-jenazah/